Senyuman itu berpaling.
Aku meringkuk dalam selimut kelam yang mulai menemaniku dalam kekacauan ini. Semua
nampak abu-abu, segelintir orang menatapku iba tak jarang mereka bahkan seperti
jijik dengan keadaanku.
“Menyedihkan” Seorang
buruh dikelas bawah dari kedudukanku menyilaukan matanya dengan tatapan
menusuk.
Aku menghela nafas. Frustasi.
Aku menatap getir kearah langit bersih namun semua seolah petir yang tergambar
saat aku menatap keindahan dari Sang Kuasa.
Aku merangkak dengan
kuping terpasang ditanah gersang ini. Aku gila. Dan mereka mencibir.
“Sudah sepantasnya
seorang pemimpin culas mendapatkan mala petakanya”
“Dia nista”
Aku tersenyum pahit
dengan nafas tersenggal menunggu ajal dengan suara yang terus melolong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar